PERANAN KONSELOR DALAM PENDIDIKAN KARAKTER oleh : M. Fatoni A.S (101014055)
PENDAHULUAN
Bimbingan
dan konseling di Indonesia secara formal masuk dalam sistem pendidikan
nasional mulai tahun 1975, yaitu pada saat diberlakukannya kurikulum
1975 di sekolah-sekolah seluruh Indonesia. Hal ini berarti bahwa sejak
saat itu di mulai diakuinya profesi bimbingan dan konseling di sekolah.
Suatu profesi yang diharapkan akan dapat membantu dan mendukung
mengembangkan seluruh kemampuan peserta didik sesuai dengan potensinya
melalui layanan bimbingan dan konseling yang bersifat psiko-pedagogis.
Dengan demikian, layanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan
salah satu bentuk kegiatan pendidikan untuk pencapaian tujuan
pendidikan. Harapan besar ditumpukan pada para penyelenggara layanan
bimbingan dan konseling di sekolah (konselor).
Di
dalam perjalanan mengemban tugas tersebut, bimbingan dan konseling
sebagai suatu profesi yang secara legal formal relatif masih muda,
banyak mengalami gangguan dan hambatan. Beragam gangguan dan hambatan
tersebut, mulai dari jumlah tenaga yang masih terbatas sehingga semua
orang “merasa” diperbolehkan melaksanakan tugas tersebut sampai dengan
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang belum optimal. Akibat
berbagai gangguan dan hambatan tersebut menjadi fakta yang terjadi di
sekolah selama ini yang menunjukkan bahwa konselor sekolah (guru
pembimbing) masih banyak atau sering dipersepsikan secara negatif,
seperti guru pembimbing sebagai polisi sekolah, guru pembimbing
menakutkan, guru pembimbing hanya menangani anak bermasalah. Kondisi
tersebut tentu sangat sulit untuk dapat menuaikan tugas secara umum
layanan bimbingan dan konseling dengan baik dan komprehensif, terlebih
untuk melaksanakan pendidikan karakter.
Penyelenggaraan
pendidikan karakter banyak memerlukan pendekatan personal, baik dalam
arti guru pembimbing harus kompeten dan layak untuk dicontoh, disamping
itu juga pada umumnya para siswa akan ‘respek’ kepada mereka yang
memiliki kedekatan secara pribadi sehingga memudahkan terjadinya
penyampaian pesan-pesan atau informasi tentang pendidikan karakter. Ada
banyak faktor penyebab terjadinya kesalahan persepsi tentang konselor
sekolah tersebut di atas, salah satunya kinerja konselor sekolah yang
belum maksimal atau belum bisa menunjukkan tugas dan peran yang
seharusnya dikerjakan sebagai seorang konselor (Sofyan, 2008).
Penjelasan
di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya solusi untuk mengatasi
keadaan tersebut. Suatu kondisi yang cukup rumit, mengingat tugas
tersebut sudah mendarah daging (habitual performance)
bagi para konselor sekolah sebagai pelaksana kesehariannya, namun di
pihak lain ternyata kinerja yang tampak belum sesuai dengan harapan.
Bukti secara empiris menunjukkan masih banyak siswa yang belum bisa
berperilaku secara normatif, antara lain mulai dari berperilaku tidak
sopan, berbohong (termasuk membolos), membuat onar, berkelahi, sampai
dengan berperilaku melanggar norma kesusilaan. Hal ini terjadi antara
lain dari sisi peran yang semestinya dilakukan oleh seorang konselor
sekolah dalam pengembangan aspek pribadi dan sosial siswa yang belum
maksimal. Walaupun konselor sekolah bukan sebagai satu-satunya pihak
yang harus atau paling bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut,
namun konselor sekolah tidak bisa lepas dari tanggung jawab tersebut
(Washington, et.all, 2008 ). Dari perspektif ini, diharapkan tulisan ini
dapat memberikan wacana untuk mengurai kerumitan masalah peran yang
harus ditampilakn oleh konselor sekolah.
PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
Williams & Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai \”Any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parents and community members, help children and youth become caring, principled and responsible\”.
Maknanya kurang lebih pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang
dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan
bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu
anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli,
berpendirian, dan bertanggung jawab.
Lebih
lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari istilah pendidikan
karakter tersebut awalnya digunakan oleh National Commission on
Character Education (di Amerika) sebagai suatu istilah payung yang
meliputi berbagai pendekatan, filosofi, dan program. Pemecahan masalah,
pembuatan keputusan, penyelesaian konflik merupakan aspek yang penting
dari pengembangan karakter moral. Oleh karena itu, di dalam pendidikan
karakter semestinya memberikan kesempatan ke pada siswa untuk mengalami
sifat-sifat tersebut secara langsung. Secara khusus, tujuan pendidikan
moral adalah membatu siswa agar secara moral lebih bertanggung jawab,
menjadi warga negara yang lebih berdisiplin (McBrien & Brandt,
1997).
Di
samping itu, dalam nuansa bimbingan dan konseling menurut American
School Counselor Association (1998) menyatakan tujuan dari pendidikan
karakter adalah \”assist students in becoming positive and self-directed in their lives and education and in striving toward future goals\”,
yaitu membantu siswa agar menjadi lebih positif dan mampu mengarahkan
diri dalam pendidikan dan kehidupan, dan dalam berusaha keras dalam
pencapaian tujuan masa depannya. Tujuan tersebut dilakukan dengan
mengajarkan kepada siswa tentang nilai-nilai dasar kemanusiaan seperti
kejujuran, kebaikan, kedermawanan, keberanian, kebebasan, persamaan, dan
rasa hormat atau kemuliaan (McBrien & Brandt, 1997).
POSISI KONSELOR SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3
menggariskan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
Dari
hal tersebut nampak bahwa pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai
media untuk mengembangkan kemampuan semata, melainkan juga berfungsi
untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermatabat. Dari hal ini
maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan
dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang
melekat pada keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan
peradaban bangsa, pendidikan karakter merupakan manifestasi dari peran
tersebut.
Untuk
itu, pendidikan karakter menjadi tugas dari semua pihak yang terlibat
dalam usaha pendidikan (pendidik). Sementara itu, konselor sekolah di
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 telah diakui
sebagai salah satu tenaga pendidik, seperti yang tersurat di dalam Pasal
1, “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.
Dari
pengertian tersebut maka konselor sekolah (guru pembimbing merupakan
sebutan konselor sekolah sesuai sebutan resmi untuk guru yang mempunyai
tugas khusus dalam bimbingan dan konseling, menurut Surat Keputusan
Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Nasional Nomor 25 Tahun 1993) tidak bisa lepas dari fungsi
dan tujuan pendidikan tersebut. Dengan kata lain, konselor sekolah
mempunyai peran dan tugas yang terkait dengan pendidikan karakter.
Sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dengan pendidikan karakter
ini, konselor sekolah harus berkomitmen untuk melaksanakan pendidikan
karakter tersebut (Stone dan Dyal, 1997:22).
MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KARAKTER
Keberhasilan
dalam menyelenggarakan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan melalui
pendidikan karakter dapat pula dipengaruhi oleh cara atau pendekatan
yang dipergunakan dalam menyampaikan. Menurut Suparno, dkk.
(2002:42-44), ada empat model pendekatan penyampaian pendidikan
karakter.
Model sebagai Mata Pelajaran Tersendiri
Dalam
model pendekatan ini, pendidikan karakter dianggap sebagai mata
pelajaran tersendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter memiliki
kedudukan yang sama dan diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang
studi lain. Dalam hal ini, guru bidang studi pendidikan karakter harus
mempersiapkan dan mengembangkan kurikulum, mengembangkan silabus,
membuat Rancangan Proses Pembelajaran (RPP), metodologi pembelajaran,
dan evaluasi pembelajaran. Konsekuensinya pendidikan karakter harus
dirancangkan dalam jadwal pelajaran secara terstruktur. Kelebihan dari
pendekatan ini antara lain materi yang disampaikan menjadi lebih
terencana matang/terfokus, materi yang telah disampaikan lebih terukur.
Sedangkan kelemahan pendekatan ini adalah sangat tergantung pada
tuntutan kurikulum, kemudian penanaman nilai-nilai tersebut seolah-olah
hanya menjadi tanggung jawab satu orang guru semata, demikian pula
dampak yang muncul pendidikan karakter hanya menyentuh aspek kognitif,
tidak menyentuh internalisasi nilai tersebut.
Model Terintegrasi dalam Semua Bidang Studi
Pendekatan
yang kedua dalam menyampaikan pendidikan karakter adalah disampaikan
secara terintegrasi dalam setiap bidang pelajaran, dan oleh karena itu
menjadi tanggunmg jawab semua guru (Washington, et.all, 2008). Dalam
konteks ini setiap guru dapat memilih materi pendidikan karakter yang
sesuai dengan tema atau pokok bahasan bidang studi. Melalui model
terintegrasi ini maka setiap guru adalah pengajar pendidikan karakter
tanpa kecuali.
Keunggulan
model terintegrasi pada setiap bidang studi antara lain setiap guru
ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai hidup kepada semua
siswa, di samping itu pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter
cenderung tidak bersifat informatif-kognitif, melainkan bersifat
aplikatif sesuai dengan konteks pada setiap bidang studi. Dampaknya
siswa akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah diterapkan dalam
berbagai seting.
Sisi
kelemahannya adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai yang akan
ditanamkan harus jelas dan sama bagi semua guru. Namun, menjamin
kesamaan bagi setiap guru adalah hal yang tidak mudah, hal ini mengingat
latar belakang setiap guru yang berbeda-beda. Di samping itu, jika
terjadi perbedaan penafsiran nilai-nilai di antara guru sendiri akan
menjadikan siswa justru bingung.
Model di Luar Pengajaran
Penanaman
nilai-nilai pendidikan karakter dapat juga ditanamkan di luar kegiatan
pembelajaran formal. Pendekatan ini lebih mengutamakan pengolahan dan
penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan kemudian
dibahas nilai-nilai hidupnya. Model kegiatan demikian dapat dilaksanakan
oleh guru sekolah yang diberi tugas tersebut atau dipercayakan kepada
lembaga lain untuk melaksanakannya. Kelebihan pendekatan ini adalah
siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung dan konkrit.
Kelemahannya adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka
pendidikan dan pengajaran di sekolah, sehingga akan membutuhkan waktu
yang lebih lama dan biaya yang lebih banyak.
Model Gabungan
Model
gabungan adalah menggabungkan antara model terintegrasi dan model di
luar pelajaran secara bersama. Model ini dapat dilaksanakan dalam kerja
sama dengan tim baik oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar
sekolah. Kelebihan model ini adalah semua guru terlibat, di samping itu
guru dapat belajar dari pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa.
Siswa menerima informasi tentang nilai-nilai sekaligus juga diperkuat
dengan pengalaman melalui kegiatankegiatan yang terencana dengan baik.
Mengingat pendidikan karakter merupakan salah satu fungsi dari
pendidikan nasional, maka sepatutnya pendidikan karakter ada pada setiap
materi pelajaran.
Oleh
karena itu, pendekatan secara terintegrasi merupakan pendekatan minimal
yang harus dilaksanakan semua tenaga pendidik sesuai dengan konteks
tugas masing-masing di sekolah, termasuk dalam hal ini adalah konselor
sekolah. Namun, bukan berati bahwa pendekatan yang paling sesuai adalah
dengan model integratif. Pendekatan gabungan tentu akan lebih baik lagi
karena siswa bukan hanya mendapatkan informasi semata melainkan juga
siswa menggali nilai-nilai pendidikan karakter melalui kegiatan secara
kontekstual sehingga penghayatan siswa lebih mendalam dan tentu saja
lebih menggembirakan siswa. Dari perspektif ini maka konselor sekolah
dituntut untuk dapat menyampaikan informasi serta mengajak dan
memberikan penghayatan secara langsung tentang berbagai informasi
nilai-nilai karakter.
KONSELOR SEKOLAH DALAM KEGIATAN PENDIDIKAN KARAKTER
Di
dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal termuat dalam lampiran 3 Standar Kompetensi Konselor
(Departemen Pendidikan Nasional, 2007:261) dijelaskan bahwa pelayanan
ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor sekolah berada
dalam konteks tugas “kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan siswa
(individu) dalam memandu perjalanan hidup mereka melalui pengambilan
keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan
untuk memilih, meraih serta mempertahankan
karir
untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk
menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum melalui
pendidikan”.
Ekspektasi
kinerja konselor yang mengampu pelayanan bimbingan dan konseling selalu
digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakan
penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta
mengedepankan kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan
selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak
pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu
pelayanan profesional itu juga dinamakan “the reflective practitioner”.
Terkait dengan kegiatan pendidikan karakter di sekolah konselor sekolah
wajib memfasilitasi pengembangan dan penumbuhan karakter serta tanpa
mengabaikan penguasaan hard skills lebih lanjut yang diperlukan
dalam perjalanan hidup serta dalam mempersiapkan karier (Departemen
Pendidikan Nasional, 2007:186).
Oleh
karena itu, konselor sekolah hendaknya merancangkan dalam program
kegiatannya untuk secara aktif berpartisipasi dalam pengembangan dan
penumbuhan karakter pada siswa. Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara
mandiri yang terancang dalam program bimbingan dan konseling, dan juga
bersama-sama dengan pendidik lain (guru bidang studi misalnya) yang
terancang dalam program sekolah yang dilakukan secara sinergis dari
beberapa pihak.
Berkaitan
dengan bentuk kegiatan tersebut, maka layanan yang diberikan oleh
konselor sekolah dapat bersifat preventif, kuratif, dan preseveratif
atau developmental dalam rangka menunaikan fungsi pendidikan dalam
mengembangkan karakter siswa. Layanan yang bersifat preventif berarti
kegiatan yang dilakukan oleh konselor sekolah bermaksud untuk mencegah
agar perilaku siswa tidak berlawanan dengan karakter yang diharapkan.
Layanan yang bersifat kuratif bermakna bahwa layanan konselor ditujukan
untuk mengobati/memperbaiki perilaku siswa yang sudah terlanjur
melanggar karakter yang diharapkan. Kegiatan preseveratif/developmental
berarti layanan yang diberikan oleh konselor sekolah bermaksud untuk
memelihara dan sekaligus mengembangkan perilaku siswa yang sudah sesuai
agar tetap terjaga dengan baik, tidak melanggar norma, dan juga
mengembangkan agar semakin lebih baik lagi perkembangan karakternya.
MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM LAYANAN BIMBINGAN
Secara
umum, materi pendidikan karakter dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich,
dan Bier (2008:442) yang melaporkan bahwa materi pendidikan karakter
sangat luas. Dari hasil penelitiannya dijelaskan bahwa paling tidak ada
25 variabel yang dapat dipakai sebagai materi pendidikan karakter.
Namun, dari 25 variabel tersebut yang paling umum dilaporkan dan secara
signifikan hanya ada 10, yaitu:
1. Perilaku seksual
2. Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)
3. Pemahaman tentang moral sosial
4. Ketrampilan pemecahan masalah
5. Kompetensi emosional
6. Hubungan dengan orang lain (Relationships)
7. Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)
8. Prestasi akademis
9. Kompetensi berkomunikasi
10. Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers)
Sementara
itu, Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang
diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu
strategi untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan
dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam lingkungan
pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi
aktif sebagai warga negara. Dijelaskan lebih lanjut di dalam ERIC Resource Center (www.eric.ed.gov)
bahwa dengan semakin meningkatnya urgensi pendidikan karakter, maka
konselor sekolah perlu memahami tentang cara menggabungkan pendidikan
karakter dalam program bimbingan dan konseling. Jenis materi yang
disarankan antara lain sebagai berikut:
Tanggung Jawab (Responsibility)
Maksudnya mampu mempertanggungjawabkan. Memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya,mandiri dan berkomitmen.
Ketekunan (Perseverance)
Kemampuan
mencapai sesuatu dengan menentukan nilai-nilai obyektif disertai
kesabaran dan keberanian di saat menghadapi kegagalan.
Kepedulian (Caring)
Kemampuan
menunjukkan pemahaman terhadap orang lain dengan memperlakukannya
secara baik, dengan belas kasih, bersikap dermawan, dan dengan semangat
memaafkan.
Disiplin (Sef-Discipline)
Kemampuan
menunjukkan hal yang terbaik dalam segala situasi melalui pengontrolan
emosi, kata-kata, dorongan, keinginan, dan tindakan.
Kewarganegaraan (Citizenship)
Kemampuan untuk mematuhi hukum dan terlibat dalam pelayanan kepada sekolah, masyarakat dan negara.
Kejujuran (Honesty)
Kemampuan menyampaikan kebenaran, mengakui kesalahan, dapat dipercaya, dan bertindak secara terhormat.
Keberanian (Courage)
Bertindak secara benar pada saat menghadapi kesulitan dan mengikuti hati nurani dari pada pendapat orang banyak.
Keadilan (Fairness)
Melaksanakan
keadilan sosial, kewajaran dan persamaan. Bekerja sama dengan orang
lain. Memahami keunikan dan nilai-nilai dari setiap individu di dalam
masyarakat.
Rasa Hormat (Respect)
Menunjukkan
rasa hormat yang tinggi atas kewibawaan orang lain, dri sendiri, dan
negara. Ancaman kepada orang lain diterima sebagai ancaman juga kepada
diri sendiri. Memahami bahwa semua orang memiliki nilia-nilai
kemanusiaan yang sama.
Integritas (Integrity)
Suatu ketegasan di dalam mentaati suatu nilai-nilai moral, sehingga menjadi jujur, dapat dipercaya, dan penuh kehormatan.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka materi-materi tersebut memang banyak terkait
dengan bidang layanan bimbingan dan konseling, khususnya bimbingan
pribadi dan bimbingan sosial. Oleh karena itu, ketersediaan materi
pendidikan karakter bagi konselor sekolah di Indonesia sangatlah banyak
dan luas. Nilai-nilai esensi moralitas baik sebagai makhluk individu dan
atau sebagai makhluk sosial bagi seorang pelajar merupakan materi
pendidikan moral.
PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
ERIC Resource Center (www.eric.ed.gov) menjelaskan bahwa jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah, maka konselor sekolah akan menjadi pioner dan sekaligus koordinator program tersebut. Hal itu karena konselor sekolah yang memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan mental, dengan demikian konselor sekolah harus sangat akrab dengan program pendidikan karakter. Pentingnya peran konselor sekolah dalam pendidikan karakter ini American School Counselor Association (ASCA) menunjukkan dukungannya dengan menyatakan:
“Professional school counselors need to take an active role in initiating, facilitating and promoting character education programs in the school curriculum. The professional school counselor, as a part of the school community and as a highly
resourceful person, takes an active role by working cooperatively with
the teachers and administration in providing character education in the
schools as an integral part of the school curriculum and activities\”
(ASCA, 1998).
Dengan
demikian, pernyataan di atas menyiratkan perlunya konselor sekolah
untuk senantiasa diperingatkan agar mereka memahami dan menyadari salah
satu tugas pokoknya. Hal itu tidak bisa dihindarkan karena hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya program bimbingan dan konseling
di sekolah pada dasarnya juga sudah mengakomodasi materi tugas tersebut
(Ryan, & Bohlin, 2000).
Namun
demikian, ada beberapa pendapat menyatakan sebaliknya konselor sekolah
hendaknya menjauhi pendidikan karakter karena terasa bertentangan dengan
kebebasan akademis, atau bahkan menyalahi atau menyangkut keyakinan
pribadi atau melanggar hak dan perilaku pribadi (Ryan, & Bohlin,
2000).
Sungguhpun
begitu, sebelumnya perlu diperhatikan dan dipertimbangakan oleh
konselor sekolah bahwa semua bentuk pendidikan pasti berisi materi
tentang yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan, kemanusiaan, dan
kehidupan yang pada hakekatnya itu semua adalah pendidikan karakter.
Beberapa pertimbangan bahwa konselor sekolah harus berperan dalam
pendidikan karakter.
Konselor Sekolah sebagai Pendidik
Ini
adalah tugas dan fungsi dasar dari setiap pendidik. Seperti dijelaskan
di atas, konselor merupakan salah satu jenis tenaga pendidik, sementara
itu salah satu fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan watak dan
karakter bangsa. Sementara itu, konselor adalah merupakan salah satu
pendidik yang telah diakui sebagai tenaga kependidikan. Oleh karena itu,
konselor sekolah sebagai representasi pendidik jelas memiliki rasional
yang kuat untuk menyampaikan pendidikan karakter kepada siswa. Artinya,
di pundak konselor sekolah pendidikan karakter telah menjadi salah satu
tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam memberikan layanan
bimbingan dan konseling. Bentuk pelaksanaan hal tersebut dapat secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, konselor sekolah harus
merancangkan pelaksanaan pendidikan karakter dalam program kegiatannya.
Melalui
program yang sudah dirancangkan dapat disusun berbagai macam kegiatan
untuk menyampaikan pesan-pesan pengembangan karakter siswa. Oleh karena
itu, konselor sekolah perlu memahami bagaimana caranya memilih,
menyampaikan, dan memfasilitasi program pendidikan karakter. Secara
tidak langsung konselor sekolah dapat menyampaikan nilai-nilai
pendidikan karakter setiap ada kesempatan untuk menyampaikannya, artinya
konselor sekolah harus menyelenggarkan di manapun dan kapanpun
melaksanakan tugasnya secara sadar atau ingat bahwa dirinya memiliki
kewajiban untuk melaksanakan pendidikan karakter dengan cara menyelipkan
(terintegrasi) dalam menunaikan tugasnya.
Konselor Sekolah sebagai Manajer Kegiatan Pendidikan Karakter
Konselor
sekolah sebagai manajer bermakna bahwa dirinya harus mampu mengelola
seluruh kegiatan yang telah diprogramkan melalui keterlibatan berbagai
pihak untuk pelaksanaan pendidikan karakter. Konselor sekolah harus
mampu melibatkan semua pemangku kepentingan (siswa, guru bidang studi,
orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan programnya.
Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum
bimbingan yang berisi materi tentang pendidikan karakter, seperti kerja
sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu orang lain,
persahabatan, ketekunan, kesungguhan, menejemen konflik, pencegahan
penggunaan narkotika, dan sebagainya. Pelaksanaan program pelayanan
dasar ini memungkinkan untuk sangat memerlukan keterlibatan atau kerja
sama dengan pihak lain. Hal ini sebagai wujud bahwa pendidikan karakter
merupakan tangung jawab bersama sebagai pendidik.
Di
samping itu, masih ada program lain, yaitu program perencanaan
individual berupa layanan untuk membantu membuat pilihan atau keputusan,
dan seterusnya, dan program pelayanan responsif yang antara lain berupa
kegiatan konseling individu, konseling kelompok.
Konselor Sekolah sebagai Konselor
Sebagai
konselor dalam pengertian konvensional konselor sekolah melaksanakan
kegiatan konseling. Hal ini mengingat fungsi bimbingan dan konseling
yang bersifat kuratif. Kenyataan di sekolah, setiap siswa tidaklah
steril terhadap berbagai permasalahan kehidupan terutama sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Kemampuan untuk menerima kondisi diri
sendiri sampai dengan masalah hubungan dengan orang lain sering
menimbulkan dilema bagi para siswa. Kemampuan untuk memahami diri,
menerima diri, dan mengarahkan diri memerlukan proses bantuan agar siswa
terbiasa untuk mampu memilih dari berbagai alternatif dengan berbagai
konsekuensi sehingga siswa semakin mandiri.
Demikian
pula kemampuan memahami orang lain, memaklumi orang lain, menerima
orang lain, dan memperlakukan orang lain dengan baik dan benar
memerlukan proses bantuan yang panjang agar setiap siswa mampu bersikap
ramah, solider, toleran, empatik, dan sebagainya sehingga mereka jauh
dari kesan bersikap arogan, kasar, sangar, kejam, dan sebagainya.
Kondisi realita para peserta didik yang demikian mengharuskan konselor
sekolah untuk menjadi sebenar-benarnya konselor untuk membantu mengatasi
berbagai permasalahan yang mungkin timbul pada diri siswa. Berbagai
masalah yang timbul tersebut pada hakikatnya merupakan berbagai masalah
dalam perkembangan karakter siswa. Dari perspektif ini pada dasarnya
kegiatan konseling yang dilakukan oleh konselor sekolah untuk mengatasi
berbagai masalah individu dan sosial siswa merupakan pelaksanaan
pendidikan karakter.
Oleh
karena itu, sekali lagi tidak ada alasan konselor sekolah tidak
melaksanakan kegiatan pendidikan karakter kecuali fungsi utamanya
sebagai konselor sekolah tidak dilakukannya.
Konselor Sekolah sebagai Konsultan
Hampir
sama dengan tugas sebagai konselor, sebagai konsultan konselor sekolah
menerima konsultasi dari berbagai pihak lain untuk membantu perkembangan
siswa. Pendidikan karakter tidaklah mungkin diselesaikan sendiri oleh
salah satu pihak. Pendidikan karakter memerlukan keterlibatan semua
pihak di sekolah maupun keluarga. Berdasarkan perspektif ini maka semua
pihak memiliki peran yang bersifat saling komplementer. Oleh karena itu,
konselor sekolah sebagai pihak yang memberikan layanan bersifat
psiko-pedagogis harus mampu memberikan layanan yang bersifat konsultatif
atas kepentingan berbagai pihak, mulai dari siswa, guru, orang tua,
kepala sekolah, bahkan mungkin sampai dengan masyarakat. Berdasarkan
rasional tentang tugas konselor sekolah terkait dengan pendidikan
karakter di Indonesia tersebut, maka ada beberapa peran konselor sekolah
dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia.
Konselor Sekolah Berperan sebagai Panutan/Contoh
Seperti
dijelaskan di atas, konselor sekolah menjadi salah satu figur sentral
dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Oleh karena itu,
sebagai pendidik konselor sekolah merupakan figur yang menjadi sorotan
para siswa khususnya dalam contoh pelaksanaan pendidikan karakter
kehidupan seharihari di sekolah. Sebagai teladan bagi siswa maka semua
aspek kepribadian, penampilan, dan tingkah laku akan menjadi contoh
siswa. Aspek kepribadian merupakan manifestasi kondisi psiko-biologis
sosial konselor sekolah dalam menghadapi atau menyesuaikan terhadap
lingkungan yang baru. Para siswa (orang lain) akan melihat keseluruhan
indikator sistem psiko-fisik konselor sekolah dalam berhubungan dengan
orang lain. Berbagai macam ciri kepribadian yang meliputi seluruh
sifat-sifat, karakter, sikap, dan sebagainya akan dinilai sebagai
kepribadian konselor sekolah.
Dari
perspektif ini,konselor sekolah harus menyadari seluruh aspek
kepribadiannya menjadi panutan para siswa. Demikian pula penampilan dan
tingkah laku konselor sekolah menjadi panutan para siswa. Cara
berpakaian, berdandan, model pakaian dan seterusnya menjadi sorotan para
siswa. Oleh karena itu, menjadi sangat sulit terlaksana pendidikan
karakter jika konselor sekolah tidak bisa menyesuaikan gaya
penampilannya agar sesuai dengan apa yang disampaikan. Apalagi aspek
tingkah laku dari konselor sekolah yang secara langsung atau tidak
langsung berhubungan dengan siswa akan sangat mempengaruhi keberhasilan
pendidikan karakter.
Berdasarkan
berbagai hal di atas maka kemampuan konselor sekolah untuk menjadi
panutan atau contoh dalam pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter
sangat perlu. Artinya, keberhasilan pendidikan karakter akan sangat
banyak ditentukan oleh kualitas konselor sekolah
dalam menjadikan dirinya sebagai teladan.
Konselor Sekolah sebagai Perancang Kegiatan
Pelaksanaan
suatu program akan baik jika telah dirancang atau dipersiapkan dengan
baik program tersebut. Konselor sekolah dapat membantu keberhasilan
pelaksanaan pendidikan karakter
dengan
memprogramkan pendidikan karakter melalui program pelayanan dasar yang
berupa berbagai informasi yang secara langsung ataupun terintegrasi
dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Hal ini
terutama menyangkut materi-materi layanan bimbingan pribadi dan
bimbingan sosial. Materi layanan bimbingan pribadi antara lain
kejujuran, ketekunan, tanggung jawab, keberanian, kedisiplinan,
integritas, kompetensi emosional dan seterusnya, sedangkan bimbingan
sosial antara lain meliputi keadilan, toleransi, rasa hormat, kompetensi
penyelesaian masalah, keterampilan berkomunikasi, dan sebagainya.
Dari
berbagai materi tersebut nampak sekali bahwa konselor sekolah memiliki
pran yang sangat sentral dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
Indonesia jika diprogramkan dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Hal
ini dapat dilaksanakan secara mandiri ataupun bersama-sama dengan guru
lain di sekolah.
Konselor Sekolah sebagai Healer/Problem Solver
Di
samping melalui perancangan program kegiatan, konselor sekolah dapat
berperan dalam pendidikan karakter melalui fungsinya sebagai healer/problem solver. Kenyataan
di sekolah para siswa menghadapi berbagai masalah mulai dari masalah
belajar, masalah karir, masalah pribadi, sampai masalah sosial. Seperti
dijelaskan di atas bahwa pelayanan bimbingan dan konseling terkait
dengan pendidikan karakter terutama melalui bimbingan pribadi dan
bimbingan sosial. Dari sudut pandang ini maka peran konselor sekolah
nampak ketika membantu memecahkan berbagai permasalahan yang terkait
dengan masalah pribadi atau masalah sosial. Hal itu semua sebagai bentuk
kegiatan pelayanan responsif dari konselor sekolah. Di samping itu,
ketika siswa menghadapi berbagai persoalan yang bersifat pilihan maka
peran konselor untuk membantu siswa memilih dapat dilakukan melalui
kegiatan perencanaan individual.
Konselor Sekolah sebagai Konsultan/Mediator
Bahwa
pendidikan karakter merupakan tugas dan tanggung jawab semua pendidik
di sekolah. Oleh karena itu, konselor akan dapat berperan sebagai patner
ataupun sebagai konsultan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah. Bahkan, konsulasi tidak terbatas hanya dengan para pelaksana
pendidikan karakter di sekolah (guru, kepala sekolah) tetapi juga dengan
para pelaksanan pendidikan karakter di luar sekolah (orang tua, anggota
masyarakat).
Hal
ini sangat mungkin dilakukan mengingat pendidikan karakter sebenarnya
menyangkut banyak pihak yang terlibat dalam pelaksanaanya. Di samping
itu, di mungkinkan juga konselor sekolah bertindak sebagai mediator
dalam rangka penyelesaian permasalahan yang dihadapi para siswa.
PENUTUP
Konselor
sekolah memiliki tugas yang sangat dekat dan erat dengan misi
pendidikan karakter. Kedekatan dan keeratan kewajiban konselor sekolah
terhadap pendidikan karakter terlihat secara jelas dari bidang gerak
bimbingan dan konseling yang berimplikasi bahwa konselor sekolah secara
substantif dan fungsional memiliki tugas yang tidak terelakkan. Oleh
karena itu, konselor sekolah di Indonesia baik secara langsung maupun
tidak langsung berkewajiban menyelenggarakan program pelayanan bimbingan
dan konseling yang bernuansa nilai-nilai pendidikan karakter.
Di
samping itu, konselor harus menyiapkan diri untuk melakukan koordinasi
dan sinkronisasi sebangai bentuk sinergi pelaksanaan pendidikan
karakter. Tidak ketinggalan, sebagai konselor hendaknya mengembangkan
nilai-nilai pendidikan karekater melalui kegiatan konseling yang
dilakukannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Syahniar, M.Pd. (Universitas
Negeri Padang) yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan
artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
American School Counseling Association.1998. American School Counseling Association\’s Position Statement on Character Education. http://www.schoolcounselor.org/content.cfm?L1=1000&L2=7. Diunduh 10 December 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar